Pemkab Inhu Kerjasama dengan Earthqualizer Foundation Terkait Penyelesaian Reforma Agraria

445

INHU, detikinews.com — Kabupaten Indragiri Hulu merupakan salah satu kabupaten penghasil sawit di Provinsi Riau. Sejarah panjang perkebunan sawit di Kabupaten Indragiri Hulu telah dimulai sejak tahun 1911. Terdapat tiga perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan yang berada di Air Molek. Perusahaan tersebut adalah NV Cultur Maatachappij Indragiri milik Swiss, Indragiri Rubber Limited (IRL), dan Klawat Syndicate yang merupakan joint venture antara perusahaan Inggris dan Strut Company Malaysia yang kemudian tahun 1963 dinasionalisasi oleh pemerintah Republik Indonesia.

Luas perkebunan sawit di Kabupaten Indragiri Hulu berdasarkan data analisis spasial Earthqualizer Foundation, luas sawit tertanam Kabupaten Indragiri Hulu sebesar 326678,19 hektar yang berarti sekitar 40% dari total luas Kabupaten Indragiri Hulu.

Kepemilikan perkebunan sawit tersebut sekitar 39% merupakan milik perusahaan dan 61% terindikasi merupakan kepemilikan individu. Jika dilihat sebaran berdasarkan fungsi kawasan hutan perkebunan sawit tersebut sebahagian besar berada dalam kawasan hutan dengan persentase sebesar 52% di kawasan hutan mulai dari Hutan Produksi Konversi (HPK) hingga kawasan konservasi seperti Taman Nasional (TN) dan hanya 48% berada di Areal Penggunaan Lain (APL).

Sebagai kabupaten penghasil sawit tentunya hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah dalam mewujudkan perkebunan sawit berkelanjutan sebagaimana tuntutan pasar. Sebagai komoditi yang diperdagangkan secara global sudah pasti wilayah penanam akan mendapat pengaruh akibat dari gejolak pasar. Isu terbesar paling dominan dalam pembangunan komoditi sawit adalah deforestasi yang diakibatkan oleh pembangunan kebun di kawasan dan areal berhutan.

Tuntutan terhadap praktik berkelanjutan mengemuka seiring komitmen pasar dalam pembangunan yang lestari. Salah satu respons pasar saat ini adalah Undang-Undang Anti Deforestasi yang dilahirkan parlemen Uni Eropa terhadap 7 komoditi yang akan diperdagangkan di Eropa dimana salah satunya adalah komoditi sawit. Penjual harus bisa membuktikan bahwa produk mereka tidak berasal dari deforestasi dan dapat ditelusuri.

Pada dasarnya pemerintah sudah merespons dengan berbagai kebijakan terhadap praktik pembangunan berkelanjutan dalam industri sawit ini. Mulai dari kebijakan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) hingga reformasi agraria. Reforma Agraria merupakan salah satu Program Prioritas Nasional dalam upaya membangun Indonesia dari pinggir serta meningkatkan kualitas hidup; sebagaimana terkandung dalam Nawa Cita. Bila dilihat pada Undang-Undang Pokok Agraria Tahun 1960 (UUPA), terdapat tiga tujuan yang ingin dicapai: Pertama, Menata ulang struktur agraria yang timpang jadi berkeadilan, Kedua, Menyelesaikan konflik agraria, dan Ketiga menyejahterakan rakyat setelah reforma agraria dijalankan.

Reforma agraria bentuknya ada tiga, yaitu legalisasi aset, redistribusi tanah dan perhutanan sosial. Dalam bentuknya reforma agraria yang ditargetkan akan dilaksanakan seluas 9 juta hektar sebagaimana Lampiran Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019, dalam skemanya legalisasi aset 4,5 juta hektar yang meliputi legalisasi terhadap tanah-tanah transmigrasi yang belum bersertifikat yaitu seluas 600.000 hektar dan legalisasi terhadap tanah-tanah yang sudah berada dalam penguasaan masyarakat seluas 3,9 juta hektar
Salah satu objek reformasi agraria berasal dari pelepasan kawasan hutan.

Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah mengalokasikan areal-areal yang akan dijadikan Tanah Objek Reformasi Agraria (TORA) yang berada di kawasan hutan melalui peta indikatif Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Rangka Penataan Kawasan Hutan (PPTPKH) yang saat ini sudah revisi kedua.

Untuk Kabupaten Indragiri Hulu berdasarkan analisis Earthqualizer Foundation terdapat sekitar 57.323,37 hektar alokasi PPTPKH dengan kategori Alokasi TORA dari 20% Pelepasan Kawasan Hutan untuk Perkebunan 5414,58 hektar, Kawasan HPK tidak produktif 33028,25 hektar, Lahan garapan pertanian, perkebunan dan tambak 10084,96 hektar, Permukiman transmigrasi beserta fasilitas sosial dan fasilitas umum yang sudah memperoleh persetujuan prinsip Pelepasan Kawasan Hutan untuk transmigrasi seluas 1978,63 hektar, dan Permukiman, fasilitas sosial dan fasilitas umum 6816,94 hektar. Dari luasan alokasi tersebut setidaknya terdapat 26193,59 hektar merupakan perkebunan swadaya atau berada di luar perizinan berusaha bidang perkebunan.

Melihat situasi tersebut, Pemerintah Kabupaten Indragiri Hulu bekerjasama dengan Earthqualizer Foundation, menaja Lokakarya yang diberi tema “PELUANG DAN TANTANGAN IMPLEMENTASI PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH DALAM KAWASAN HUTAN MELALUI REFORMA AGRARIA DI KABUPATEN INDRAGIRI HULU”. Lokakarnya ini menghadirkan Narasumber dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Riau, Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XIX Pekanbaru, Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Indragiri Hulu, Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Indragiri Hulu dan Earthqualizer Foundation.

Sedangkan peserta yang diundang berasal adalah OPD Pemerintahan Kabupaten Indragiri Hulu, Camat dan desa-desa terkait yang menjadi target untuk pendampingan Earthqualizer Foundation (daftar undangan terlampir).

Dalam Sambutannya, Kepala Bagian Tata Pemerintahan Kabupaten Indragiri Hulu menyambut baik kegiatan Lokakarya tersebut. “Kegiatan sangat baik dan memberikan banyak informasi yang berguna bagi Pemerintah Kabupaten Indragiri Hulu. Salah satu yang menjadi persoalan di Kabupaten Indragiri Hulu sebagai daeah penghasil sawit adalah besarnya perkebunan sawit berada dalam kawasan hutan.

Tentunya hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi Pemerintah Kabupaten Indragiri Hulu. Pemerintah Kabupaten Indragiri Hulu telah mengajukan sekitar 45.000 hektar areal untuk dimasukkan kedalam Peta Indikatif Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Rangka Penataan Kawasan Hutan (PPTPKH) yang mudah-mudahan diakomodir oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KHLK) dalam revisi ke 3. Dukungan dari berbagai pihak seperti Earthqualizer Foundation saat ini untuk kepastian hukum terhadap perkebunan rakyat sangat diperlukan.

Selain itu seluruh OPD terkait diharapkan dapat merespon dan menindaklanjuti hasil lokakarya ini secara Bersama-sama demi kepentingan masyarakat Kabupaten Indragiri Hulu sesuai dengan Visi dan Misi Pemerintah daerah Kabupaten Indragiri Hulu’’.

Sementara Earthqualizer Foundation yang berkantor pusat di Bogor menyampaikan melalui Manager Program Smallholdernya Swisto Uwin: “Earthqualizer Foundation merupakan Lembaga yang fokus pada pengelolaan sumberdaya alam dan berperan aktif untuk Transformasi industri ekstaktif salah satunya adalah industri kelapa sawit untuk menjadi industri yang lebih mengedepankan praktek perkebunan lestari yang lebih ramah lingkungan, patuh terhadap aturan yang berlaku. Selain itu Earthqualizer bekerja secara langsung bersama masyarakat untuk memperluas akses mereka terhadap pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan.

Kegiatan lokakarya ini merupakan implementasi dari perluasan akses masyarakat melalui legalisasi perkebunan petani kecil dalam kawasan hutan dengan menggunakan skema yang telah disediakan oleh pemerintah melalui TORA dari KLHK. Manfaat yang akan didapatkan oleh petani adalah kepastian terhadap lahan yang mereka kelola, kepastian terhadap pasar serta peluang akses pembiayaan dari usaha perkebunannya. Sedangkan manfaat bagi pemerintah adalah peluang peningkatan pendapatan daerah dari sektor pajak. Earthqualizer Foundation akan bekerja di 14 desa di 3 Kecamatan yaitu Kecamatan Batang Gangsal, Kecamatan Seberida dan kecamatan Rengat Barat.

Leave A Reply

Your email address will not be published.